Lensaislam.com: Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) membantah tudingan telah melakukan setting atau mengatur agar penetapan tanggal 1 Ramadan 1443 Hijriah di antara pemeluk Islam berbeda.
Ketua Pengurus Tanfidziyah PBNU, Ahmad Fahrurrazi atau Gus Fahrur mengatakan PBNU hanya mengikuti rukyah. Tidak ada agenda setting untuk menciptakan perbedaan penetapan 1 Ramadan atau setting lainnya.
"Jadi PBNU itu tidak punya setting awal bulan ya, dia hanya mengikuti rukyah. Kalau disetting untuk melawan Muhammadiyah enggak, enggak ada kaitan dengan NU-Muhammadiyah," kata Gus Fahrur saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (4/4).
Pernyataan tersebut merespons sebuah video di media sosial, yang menyebut perbedaan tanggal 1 Ramadan telah diatur. Video itu merekam kegiatan Muskercab PCNU Kabupaten Wonosobo yang disebut digelar 26 Maret.
Dalam video itu seseorang mengatakan Kementerian Agama sudah sepakat dan didukung NU bahwa 1 Ramadan akan jatuh pada hari Minggu (3/4) dan puasa akan dijalankan selama 29 hari.
"Subhanallah, keblinger dan jahatnya. Ternyata perbedaan tanggal 1 Ramadan sepertinya memang sudah disetting lama. Entah maunya apa Muskercab 26 Maret DPC Wonosobo terungkap?" tulis narasi dalam video yang beredar.
Gus Fahrur menjelaskan dalam menentukan awal bulan, PBNU menggunakan metode hisab (perhitungan) yang dipegang dan metode rukyah (pemantauan hilal).
Sebagaimana keputusan Kementerian Agama Indonesia, Malaysia, dan Brunei, PBNU juga bersepakat batasan hilal yang terpantau sebagai penentu awal bulan minimal 3 derajat.
Sementara, Muhammadiyah berpegang bulan berganti meskipun derajat hilal yang ditemukan berdasarkan hisab di bawah 3 derajat.
"Dengan 3 derajat itu tidak mungkin terlihat pada hari Sabtu, secara teori. Dia hanya akan terlihat pada hari Minggu," kata Fahrur.
Gus Fahrur menegaskan jika pada Jumat (1/4) lalu hasil rukyah menunjukkan hilal terlihat di atas 3 derajat, NU tentunya akan berpendapat 1 Ramadan jatuh pada hari Sabtu 2 April sebagaimana Muhammadiyah.
Namun, berdasarkan pemantauan hilal di 92 titik, hilal memang tidak terlihat. Kata Gus Fahrur, jika hilal tidak tampak, maka NU akan menyempurnakan jumlah hari dalam satu bulan menjadi 30.
"Seandainya pada hari Jumat itu terlihat ya kita tetap puasa. Makanya ketika rukyah tidak tampak maka kita mengikuti istikmal atau sempurnakan menjadi 30 hari sehingga kita puasa hari Minggu," tuturnya.
Terakhir, Gus Fahrur menyoroti orang yang berceramah di video tersebut. Dia mengatakan orang itu kemungkinan dari pihak Kemenag. Ia juga menjelaskan bahwa hari Sabtu (2/4) hilal tidak terlihat karena pemerintah berpegang batas ketinggian hilal minimal 3 derajat.
"Dengan standar 3 derajat tidak akan terlihat pada hari Sabtu dan itu akan sepakat dengan NU karena NU juga sepakat bahwa standarnya ikut 3 derajat," tuturnya.
CNNIndonesia.com telah menghubungi Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag, Kamarudin Amin. Namun, Amin sedang dalam perjalanan dan belum bisa memberi tanggapan.
Sumber : CNNIndonesia.com