Selain itu, agama Islam dianut oleh warga Israel, dengan persentase 17,8%. Mereka adalah warga keturunan Arab-Palestina yang tinggal di wilayah Israel. Pew Research menyebut, Muslim di Israel sangat taat apabila dibandingkan dengan agama lain, bahkan dari agama utama di sana, Yahudi.
Hasil riset yang dilakukan Pew Research menyebut, 68% Muslim Israel mengatakan bahwa agama sangat penting dalam hidup mereka. Sementara itu, sekitar 52% Muslim di Israel mengaku melakukan salat 5 waktu secara tepat.
Wilayah Israel yang paling banyak dihuni oleh umat Islam adalah Rahat dengan sekitar 71.300 orang. Disusul Umm Al-Fahm dengan 56 ribu orang dan Nazareth dengan 55.600 orang.
Lantas, bagaimana sebenarnya kehidupan masyarakat Islam di Israel? Umumnya, orang Islam di Israel menyebut diri mereka sebagai orang Israel Palestina.
Sementara, masyarakat Israel menyebutnya sebagai orang Arab. Fenomena ini menempatkan sorotan pada keturunan Palestina yang tetap tinggal usai Israel berdiri.
Melansir laman France24, komunitas minoritas ini mengeluhkan adanya diskriminasi setelah perang antara Israel dan Palestina terjadi.
Diketahui, Israel memiliki sekitar 1,8 juta orang Arab dan mayoritas beragama Islam. Tidak seperti masyarakat Yahudi, orang-orang Arab itu tidak memiliki dinas militer.
Tingkat pengangguran masyarakat Arab, terutama pria yang tinggal di Israel jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan masyarakat Yahudi.
Sementara itu, tingkat pengangguran di lini kaum perempuan Arab 3 kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan perempuan Yahudi.
Di sekitar tahun 2000, Mahkamah Agung Israel memang mengakui adanya kaum Arab di Israel yang mengalami diskriminasi, terutama terkait masalah pekerjaan.
Tempat ibadah umat Islam di Israel juga tergolong tidak terlalu banyak. Menurut data yang dipublikasikan pada laman Kedutaan Besar Israel, ada lebih dari 400 masjid yang tersebar di seluruh Israel dan 73 di antaranya berada di Yerussalem.
Meskipun terlihat sedikit, namun jumlah ini dikatakan jauh lebih banyak dibandingkan dengan di tahun 1988. Kala itu, Israel hanya memiliki 80 masjid.
Pemerintah Israel menggaji sekitar 300 imam dan muazin yang ada di Israel. Meskipun dituding telah melakukan banyak diskriminasi, namun pemerintah Israel mengeklaim masyarakat Muslim di negaranya sudah menikmati kebebasan sipil dan kebebasan politik secara penuh.
Pemerintah juga mengaku sudah menyediakan kitab suci Alquran di masjid-masjid dan mendanai sekolah-sekolah Arab yang ada.
Diketahui, parlemen Israel mengesahkan RUU atau Rancangan Undang-Undang Negara Yahudi atau Jewish Nation-State.
Guru Besar Pascasarjana Fakultas Ilmu Agama Islam UII (Universitas Islam Indonesia) Yogyakarta Faisal Ismail, dalam tulisannya di Sindonews (27 Juli 2018), menyatakan bahwa UU ini jelas bertujuan penerapan pemisahan antara etnis Yahudi dan Arab.
“Dalam dunia beradab seperti sekarang ini, praktik segregasi (pemisahan) antaretnis seperti itu sangat tercela dan seharusnya tidak boleh terjadi,” ujar dia dalam tulisannya yang bertajuk “Politik Rasis Israel Kian Keras” itu.
Tak lama, RUU itu berhasil diloloskan menjadi UU yang dinilai sangat kontroversial. Banyak masyarakat menuding Israel sangat rasis dan mendiskriminasi warga Arab.
UU berjuluk negara bangsa Yahudi itu menekankan bahwa Israel adalah Tanah Air bangsa Yahudi yang bersejarah. Sehingga, mereka memiliki hak eksklusif tersendiri untuk menentukan langkahnya.
Sumber : Sindonews.com