Lensaislam.com : Kementerian Agama RI bekerja sama dengan Kementerian Urusan Islam, Dakwah, dan Penyuluhan Kerajaan Arab Saudi menggelar 2nd ASEAN Countries Conference in Indonesia 2022. Sebelum dibuka Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin, 2nd ASEAN Countries Conference in Indonesia 2022 diawali dengan sesi dialog bertajuk Khairiyatul Ummah fil ‘Ilmi wal ‘Amal atau Menuju Ummat Terbaik dalam Ilmu dan Amal.
Sesi awal ini menghadirkan narasumber, yaitu: Prof. Dr. Muhammad bin Umar Bazmol, Prof. Dr. Phil. H. Kamaruddin Amin, MA, Prof. Dr. Muhammad bin Fahd Al Farih, Syeikh Sa’ad bin Syayim Al Anzi, dan Dr. Abdullah Al Jadi’.
Prof. Dr. Muhammad bin Umar Bazamul dalam paparannya menyampaikan bahwa pentingnya ilmu dan amal dan bagaimana pengaruhnya dengan cara berdakwah kepada ummat.
“Allah menjelaskan keutamaan orang yang berilmu di dalam Al-Quran bahwa tidak sama antara orang yang mengetahui dengan yang tidak. Allah membedakan kedua orang ini. Rasulullah juga menekankan pentingnya untuk mencari ilmu. Para ulama salaf juga menjelaskan bahwa ilmu itu menuju pada amal. Barang siapa yang tidak berilmu maka allah tidak akan menurunkan keberkahan,” ungkap Prof. Dr. Muhammad Bin Umar Bazmul.
Sebagaimana kisah Muadz bin Jabal yang diingatkan oleh Rasulullah agar berdakwah dengan lemah lembut, mengajak pada Allah dan Rasul-Nya. Narasi agama ini untuk seluruh manusia, tanpa fanatik terhadap kelompok tertentu.
“Ciri narasi dalam agama ini adalah kembali kepada Allah dan Rasulnya melalui sumber yang jelas. Dan jika kita menghadapi perbedaan maka kembalikan kepada Allah dan Rasulnya yakni Al-Quran dan As-Sunnah. Ini lah narasi agama yang jauh dari kebencian yang jauh dari fanatisme dan inilah ciri kelembutan,” kata Prof. Dr. Muhammad Bin Umar Bazmul.
Sementara itu, Dirjen Bimas Islam, Prof. Dr. Kamaruddin Amin dalam paparannya menyampaikan tantangan harmoni sosial dan moderasi beragama dalam masyarakat Plural seperti di Indonesia.
“Indonesia merupakan negara islam terbesar di dunia. 231 Juta hampir 12% Penduduk muslim dunia., kedua Pakistan, India, Saudi dan Iran. Pada 2030 mungkin India yang akan jadi negara muslim terbesar karena tingkat fertilitas tinggi,” ungkap Prof Kamarudin Amin.
Setidaknya ada empat tantangan terwujudnya harmoni sosial dan moderasi beragama menurut Prof Kamrudin Amin :
- Ada tantangan harmoni sosial di Indonesi , semisal antar umat beragama ada istilah “mayoritarialisme” yakni filosofi politik tradisional dimana kelompok mayoritas memiliki dominasi dalam hak dan wilayah.
- Adanya penolakan pendirian tempat ibadah di beberapa daerah.
- Beberapa pemahaman yang ada di indonesia tidak diterima di beberapa daerah
- Wacana beragama di medsos di Indonesia didominasi oleh pemahaman agama yang konservatisme yang tidak berbasis pada pemahaman Ormas yang ada di Indonesia.
“Maka kita sebagai pimpinan-pimpinan Ormad di Indonesia seharusnya menjadikan pemerintah sebagai mitra dalam membina keragaman ini,” ungkap Prof Kamarudin Amin.
Selanjutnya Prof. Dr. Muhammad bin Fahad dalam paparannya menyampaikan bagaimana Konsep Moderasi Beragama yang Benar menurut Al-Quran dan As-Sunnah.
“Moderasi beragama yang benar adalah kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Bukan pro-kiri atau pro-ke-kanan, tetapi bersikap pertengahan. Dalam ajaran Islam dikenal dengan istilah Washatiyyatul Islam, bersikap moderat bukan liberal. Inilah moderasi beragama yang benar dengan menjadikan Al-Quran dan As-Sunnah sebagai timbangan. Karena sebaik-baik perkataan adalah perkataan Allah dan Sunnah Rasulullah. Orang yang ekstrem, mereka adalah yang menyelisihi Sunnah Rasulullah. Maka perlu bagi kita untuk mengamalkan prinsip yang telah diajarkan oleh Rasulullah,” ungkap Prof. Dr. Muhammad Bin Fahad.
Sementara itu, Syaikh Sa’ad bin Syayim Al Anzi dalam paparannya menekankan bahwa amal adalah apa yang diridhoi Allah. Yang ikhlas dan bersih dari kesyirikan dan istiqomah adalah konsisten dalam beramal dan mengantarkan pada kesuksesan di akhirat.
“Dan juga komitmen dalam jalan ini di masyarakat adalah menghindari kelompok sesat. Setiap kelompok ini merasa fanatik dengan kelompoknya maka tidak ada metode yang bisa dilakukan di dalam menghadapinya selain mengikuti metode salaf,” ungkap Syaikh Saad Bin Syayim Al-Anzi.
“Nabi memerintahkan kita agar berjalan dan istiqomah di atas jalan yang benar. Hanya rahmat Allah yang bisa menyelamatkan kita dari kebinasaan. Moderasi ini menjadi penyelamat bagi kita semua. Orang yang selamat dari penyimpangan ini adalah karena kemurniannya dan keikhlasan dalam beragama. Maka jadikanlah apa yang diturunkan kepada Rasulullah sebagai tuntunan dalam menuntut ilmu. Juga dengan komitmen dengan Alquran dan As-Sunnah. Perpecahan ini akan menjadikan kita sama dengan orang kafir. Yang berpecah setelah datang keterangan yang benar dari Allah. Rasulullah berkata. Aku telah meninggalkan sesuatu yang jelas yakni Alquran dan Sunnah dan meninggalkan kebid’ahan,” papar Syaikh Saad Bin Syayim Al-Anzi.
Konferensi diikuti 140 peserta dari negara-negara ASEAN dengan menghadirkan narasumber para pimpinan ormas Islam, tokoh agama, dan akademisi dari Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Thailand, Filipina, Laos, Myanmar, Vietnam, dan Arab Saudi. “Khairu Ummah” atau Umat Terbaik menjadi tema besar Konferensi Islam ASEAN ke-2 yang dihelat di Nusa Dua, Bali, 21-23 Desember 2022.
Reporter : Habiburahman | Editor : Hermanto Deli