Lensaislam.com : Fenomena hijrah tercatat mulai menjamur di masyarakat Indonesia sejak tahun 1980-an. Gejala sosial ‘untuk menjadi lebih religius’ kala itu tak lepas dari ekspansi ragam gerakan Islamisme transnasional yang berasal dari negara lain, di antaranya Salafi, Wahabi, Jamaah Tabligh, Ikhwanul Muslimin, dan Hizbut Tahrir.
Penyebaran pandangan untuk menjadi lebih religius atau hijrah terjadi secara alami di Indonesia. Fenomena itu terbentuk seiring kepulangan para mahasiswa Indonesia yang mengenyam pendidikan di Timur Tengah, khususnya Arab Saudi yang umumnya beraliran Salafi.
Ketika banyak mahasiswa asal Indonesia yang belajar di Saudi pada era 1980-an. Mereka menyerap pandangan dan gagasan salafi wahabi lalu mendakwahkannya kembali sepulang ke Indonesia. Hal itu dilakukan atas keinginan sendiri atau merasa sebagai kewajiban seorang muslim.
Di luar itu ada pula yang berdakwah untuk menjalankan misi dan dibiayai oleh Kerajaan Arab Saudi dengan memberikan beasiswa dan pendidikan gratis bagi para mahasiswa Indonesia, serta membangun lembaga-lembaga pendidikan, seperti di Indonesia ada LIPIA Jakarta (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab).
Seiring dengan perubahan zaman, perkembangan dakwah Salafi Wahabi mulai muncul di ruang publik. Para da’i yang notabene lulusan Arab Saudi mulai masuk ke wilayah strategis, seperti sekolah dan yayasan, mendirikan pondok tahfidz dan tahsin Quran, percetakan buku, membentuk ajang Islamic Book Fair, hingga membuat TV dan Radio di Indonesia.
Hal itu terlihat berbeda dengan Ustadz dari organisasi konvensional semacam Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah yang terlihat masih tradisional di dalam penyampaian dakwahnya. Sementara para pegiat dakwah Salafi Wahabi, sangat aktif berdakwah menggunakan sosial media dengan penyampaian dan metode dakwahnya yang sangat menarik sehingga banyak digandrungi oleh anak-anak remaja, dewasa, orang tua hingga pekerja kantoran.
Ajakan-ajakan di media sosial, misalnya, dikemas sedemikian rupa untuk menarik perhatian kalangan milenial dengan gaya pendekatan anak muda. Kelompok Islamis ini urban genius. Sejak awal mereka paham pasar dan cara treatment-nya. Mereka tahu betul packaging is everything.
Di samping, pegiat dakwah Salafi Wahabi juga tampil berbeda dengan gerakan Islam lainnya yang aktif menggalang massa untuk melakukan demonstrasi terhadap Pemerintah. Sementara, gerakan Salafi Wahabi tidak pernah melakukan provokasi atau demonstrasi, sehingga sering kali pegiat dakwah Salafi Wahabi menjadi narasumber, pemateri dan bersinergi dengan pemerintah.
Meskipun di beberapa daerah, perkembangan dakwah Salafi Wahabi mendapatkan pertentangan dari kaum tradisionalis. Namun, hal itu tidak menyurutkan bertumbuh suburnya dakwah Salafi Wahabi ini di Indonesia.
Dalam kamus bahasa Arab Lisanul Arab karya Ibnu Manzhur, Salaf secara bahasa artinya orang yang terdahulu, baik dari sisi ilmu, keimanan, keutamaan atau jasa kebaikan.
Sementara istilah Salafiyah dikaitkan dengan metode beragama atau manhaj yang puritan, tapi bukan menciptakan sebuah mazhab baru dalam Islam.
Salafi biasanya dihubungkan dengan Salafush Shalih, yakni : orang-orang terdahulu yang menjadikan Alquran dan Hadits sebagai sumber hukum Islam. Rujukannya adalah pada umat Islam generasi awal yang disebut oleh Nabi Muhammad sebagai umat terbaik, yakni para Sahabat Nabi, Tabi’in, Tabi’ut Tabiin dan generasi setelahnya yang mengikuti metode beragama tiga generasi terbaik tersebut.
Gerakan Salafi adalah gerakan yang cinta damai bahkan cenderung menjauh dari pertikaian politik, serta fokus pada gerakan mengajak seluruh umat Islam kembali kepada dasar hukum Islam yang murni, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah. Sementara Wahabi adalah nisbah atau penyebutan yang dipopulerkan oleh para pembenci dakwah Salafi untuk memberikan kesan negatif terhadap dakwah Salafi tersebut. Namun, penggelaran istilah Wahabi-pun sebenarnya tidaklah tepat.
Salafi Wahabi sering dikaitkan dengan aliran pemikiran ulama besar Arab Saudi, Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab At-Tamimi Rahimahullahu yang mendakwahkan kemurnian ajaran Islam dari berbagai hal yang berbau syirik, bid’ah (ajaran-ajaran yang tidak diajarkan oleh Rasulullah), khurafat, takhayul yang disampaikan secara ilmiyah dan sarat keilmuan.
Belakangan Salafi Wahabi semakin banyak diterima masyarakat Indonesia, khususnya anak muda dengan tren hijrahnya. Karena Salafi bagi mereka mengajarkan Islam secara hitam-putih, bukan ambigu dan tidak berputar-putar. Jumlah pengikut dan pencinta dakwah Salafi Wahabi-pun terus berkembang seiring perjalanan waktu. Sehingga sering ditemukan, jika ada yang sudah berhijrah, berpenampilan cingkrang, jenggotan, atau cadaran, ketika ditanyakan: “Kamu ngaji dimana? dengan Ustadz siapa?, banyak yang menjawab bersama Ustadz-ustadz Salafi.
Oleh : Ibnu Syafri Al-Bayanji