Oleh: Budi Marta Saudin*
Olimpiade bahasa Arab nasional ke-7 telah sukses dilaksanakan
pada 7-9 November 2024 lalu. Hajatan
besar yang digelar oleh Forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Arab
ini terbilang lancar, karena tidak ada
kendala yang berarti.
Sebanyak 772 peserta dari siswa tingkat SD hingga SMA telah
mengikuti perlombaan ini, dari Sabang hingga Merauke, bahkan ada peserta yang
datang dari Sekolah Indonesia Riyadh.
Para peserta lomba tingkat nasional ini adalah siswa dan
siswi pilihan yang sebelumnya telah lolos pada tingkat kabupaten/kota dan
propinsi.
Olimpiade yang dilakukan adalah bagian dari syiar membumikan
bahasa Arab di Indonesia, sekaligus memotivasi para siswa untuk lebih giat dan
semangat belajar salah satu bahasa internasional ini.
Dari pelaksanaan lomba, mulai tingkat kabupaten/kota, propinsi,
dan nasional, ada beberapa catatan yang penulis kumpulkan terkait dengan materi
soal-soal yang diberikan untuk para peserta, berikut ini ringkasannya:
1) Mindset Bahasa Arab Orang Dulu
Soal-soal yang diberikan oleh panitia didominasi dengan
materi kaidah bahasa dan penekanan pada nahwu dan sharaf. Peserta lomba yang
minim pengetahuan qawaid nahwiyah, akan kelabakan menjawab pertanyaan.
Anggapan di masyarakat kita bahwa orang yang bisa bahasa Arab
adalah yang ahli nahwu: tahu i'rab. Ini adalah mindset tentang bahasa Arab
orang zaman dulu.
Bahasa Arab telah mengalami kemajuan sangat pesat di
Indonesia. Lembaga kursus, sekolah, dan perguruan tinggi banyak mengalami perubahan dan kemajuan.
Belajar bahasa Arab bukan lagi sekedar tentang nahwu, sharaf,
dan balaghah. Tapi belajar bahasa Arab adalah belajar tentang mendengar,
berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Arab.
2) Mengabaikan 3 Keterampilan Berbahasa
Dalam bahasa Arab, juga bahasa lainnya di dunia, ada 4
keterampilan yang mesti dikuasai bagi para pembelajarnya, yaitu: mendengar,
berbicara, membaca, dan menulis.
Dalam soal-soal yang disuguhkan pada olimpiade ini, tidak ada
yang menyentuh 3 maharat tersebut. Semua soal mengandalkan kemahiran membaca.
Jika memberi nama besar Olimpiade Bahasa Arab, mestinya
memasukkan semua keterampilan dalam soal-soalnya.
Karena bahasa Arab itu bukan melulu tentang membaca teks,
nahwu, sharaf, dan balaghah saja.
3) Minim Tsaqafah Arabiyah
Beberapa dari soal-soal yang disodorkan adalah pengetahuan
umum dan keindonesiaan, seperti penyebutan nama kota, propinsi, baju adat,
hingga senjata tradisional pada daerah tertentu.
Padahal, bahasa dan tsaqafah tidak bisa dipisahkan.
Belajar bahasa Arab berarti belajar tentang budaya Arab. Tentang kehidupannya,
pakaiannya, makanannya, lingkungannya, hingga cara bicaranya.
Soal-soal pada olimpiade kali ini ditulis seperti pelajaran
IPS yang ditulis dalam bahasa Arab.
Ungkapan Syukur dan Harapan
Terlepas
dari beberapa catatan yang dianggap kurang maksimal, penulis ungkapkan syukur
dan terima kasih kepada panitia dan semua yang terlibat dalam Olimpiade Bahasa
Arab ke-7 ini. Usaha yang besar ini semoga menjadi ladang pahala bagi mereka.
Bahasa Arab resmi digunakan di 22 negara di dunia, dan ia
juga sebagai salah satu bahasa resmi yang digunakan di PBB. Saat ini, generasi
muda harus didorong untuk menguasai bahasa Arab agar dapat bersaing dalam dunia
global.
Harapannya, lomba ke depan bukan hanya sekedar menguji kemampuan membaca para siswa, tapi juga memasukkan 3 maharat yang lainnya. Hal ini untuk merangsang para siswa agar terbiasa praktek mendengar, berbicara, dan menulis bahasa Arab dalam kehidupan kesehariannya.
*Penulis adalah guru bahasa Arab di Sekolah Indonesia Riyadh
(SIR)