Lensaislam.com : Meditasi adalah praktik yang dilakukan untuk mencapai ketenangan pikiran melalui berbagai teknik, seperti pernapasan, konsentrasi, atau pengendalian pikiran.
Menurut sejarahnya, meditasi adalah praktik kuno yang berasal dari India dan diadopsi oleh banyak agama di seluruh dunia. Catatan tertulis tertua tentang meditasi berasal dari Weda Hindu sekitar tahun 1500 SM. Meditasi juga tercatat sebagai sebuah ritual dalam agama Buddha, Yahudi dan Kristen.
Semuanya melakukan meditasi demi mewujudkan satu tujuan, yaitu pemusatan pikiran dan perasaan untuk meraih ketenangan diri, meningkatkan konsentrasi, atau bahkan berharap tercapainya kesejahteraan hidup.
Di zaman modern ini, meditasi dibungkus dan dilabeli ulang dengan sedemikian rupa sehingga membuat banyak dari kalangan kaum muslimin yang terkecoh dan akhirnya ikut serta melakukannya. Ada yang menamakannya dengan metode mindfullness (perhatian penuh), metode fokus, atau metode-metode lainnya.
Namun, sebagai seorang muslim, tentunya setiap praktik yang diadopsi dari budaya lain harus dikaji lebih dahulu dalam pandangan syariat. Berikut adalah penjelasan tentang hukum meditasi menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah beserta dalil-dalil terkait larangannya.
1. Meditasi identik dengan ritual Agama Hindu-Buddha
Secara umum, meditasi bertujuan untuk meraih ketenangan dan kebahagiaan batin. Di mana seseorang yang melakukan meditasi, maka di antara yang akan dilakukannya adalah berdiam diri dan bertapa. Kedua hal tersebut adalah identitas ibadah bagi orang-orang Hindu dan Buddha. Tidaklah seseorang melakukan meditasi, kecuali ia akan melakukan gerakan-gerakan yang mengarah pada bentuk ritual ibadah mereka. Sedangkan Islam dengan jelas melarang pemeluknya untuk menyerupai atau meniru ibadah orang-orang kafir.
Islam tentu sangat menekankan ketenangan dan kedamaian jiwa, namun metode yang dianjurkan dalam syariat adalah melalui dzikir, sholat, dan tawakal kepada Allah. Berbeda dengan meditasi dalam budaya lain, Islam mengajarkan ketenangan batin dengan tetap melibatkan hati kepada Allah sebagai Sang Pencipta.
Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman: "Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra'd: 28)
Ayat ini menegaskan bahwa ketenangan jiwa hanya dapat dicapai dengan dzikir atau mengingat Allah, bukan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
2. Tinjauan Syariah Terhadap Meditasi
Meditasi yang diadopsi dari ajaran atau ritual agama lain, seperti meditasi yang mengandung unsur spiritual Hindu, Buddha, atau tradisi mistik lainnya, dapat dikategorikan sebagai bid'ah atau bahkan syirik. Islam melarang keras praktik-praktik yang mengandung unsur syirik, yaitu menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lain.
Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang membuat hal baru dalam agama kami ini yang bukan berasal darinya, maka hal itu tertolak."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Meditasi yang mengandung unsur kepercayaan kepada kekuatan selain Allah atau yang bertujuan untuk mencapai kesadaran tertentu di luar dari yang diajarkan Islam bisa termasuk dalam kategori bid'ah yang tertolak.
3. Dalil-dalil yang Melarang Praktik Meditasi yang Mengandung Unsur Syirik
Beberapa dalil yang melarang meditasi atau praktik serupa yang mengandung unsur syirik adalah sebagai berikut:
Larangan Meniru Ritual Agama Lain
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melarang umat Islam meniru ritual atau kebiasaan dari agama lain yang bertentangan dengan tauhid Islam. Beliau bersabda: "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka."
(HR. Abu Dawud)
Meditasi yang berakar pada kepercayaan atau ritual agama lain, seperti Hindu atau Buddha, dilarang karena dikhawatirkan akan menyerupai kepercayaan mereka.
Larangan Syirik (Menyekutukan Allah)
Meditasi yang mengandung unsur kepercayaan pada kekuatan atau energi alam semesta dianggap syirik karena bertentangan dengan tauhid, yakni keyakinan bahwa hanya Allah yang berkuasa atas segala sesuatu.
Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, dan Dia mengampuni dosa selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya." (QS. An-Nisa: 48)
Praktik yang menyandarkan kekuatan selain kepada Allah dianggap syirik dan dilarang dalam Islam.
4. Ajaran Islam untuk Meraih Ketenangan Jiwa
Cukupkanlah diri kita dengan ajaran Islam untuk meraih ketenangan jiwa tanpa perlu meniru ajaran agama lain. Islam, sebagai agama yang sempurna telah memberikan solusi untuk mencapai ketenangan jiwa, yakni: melalui shalat, dzikir, membaca dan Tadabbur Al-Quran.
Wallahu a’lam bishawab.
Oleh : Abu Muhammad Isa Karim D