Lensaislam.com : Selama tinggal di Saudi 7 tahun, saya dapati di sini sangat nyaman. Bahkan Saudi merupakan negeri impian yang paling didambakan oleh banyak muslim. Meskipun sering dilabeli Wahabi, Khawarij, takfiri, menghalalkan darah kaum muslimin, dan banyak gelaran buruk yang lainnya.
Hingga saat ini, Arab Saudi masih dianggap sebagai negara berpaham Wahabi.
Wahabi adalah sebuah nisbat kepada tokoh bernama Muhammad bin Abdul Wahab. Beliau adalah ulama dan juga pahlawan bagi negara Saudi. Kiprahnya dalam pendirian dan penegakan negara Saudi amat besar.
Pemikirannya dalam bidang teologi menggebrak dunia Islam. Karya-karyanya sangat menggemparkan banyak orang.
Kecakapannya dalam menulis, dakwah, dan berpolitik, membuat ide-idenya tersebar hingga ke seluruh penjuru dunia.
Harus diakui, banyak organisasi Islam di dunia terinsipirasi oleh semangat dan gerakannya, termasuk di tanah air.
Sebagai orang yang tinggal di Najd, saya dapati bahwa tuduhan negatif yang diarahkan kepada pendapat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan para pengikutnya, tidaklah berdasar.
Saat ini, mainstream ajaran yang disampaikan oleh para ulama di Saudi adalah meneruskan pemikiran Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Sikap mereka kepada umat Islam yang berbeda madzhab sangat toleran.
Mau bukti, ini ya:
1) Menerima Tamu Jutaan Umat Islam dari Seluruh Dunia
Berapa total jamaah umrah dan haji dari umat Islam seluruh dunia? Sangat banyak. Dari Indonesia saja sehari ada hingga 2000 orang yang berangkat umrah.
Adakah dari para jamaah yang berbeda pikiran dan madzhab ini diperlakukan tidak baik oleh ulama atau warga lokal karena alasan beda madzhab?
Apakah ada yang dikafirkan karena jamaah wanita tidak bercadar?
Apakah ada yang dikafirkan karena ada jamaah wanita tidak memakai kaos kaki pada saat sholat?
Apakah ada cerita pengikut Asy'ari dan Maturidi diusir karena alasan ajarannya?
Tidak ada.
Umat Islam dari seluruh dunia dianggap tamu mulia dan tidak dibedakan satu dengan lainnya.
Pemerintahnya menyambut, ulamanya bersikap hangat, dan bahkan warganya pun tidak ada yang mengusik para tamu dengan perbuatan negatif.
Tanyakan kepada jamaah haji dan umrah yang datang ke Mekkah, Madinah, Thaif, Jeddah, bahkan Riyadh. Adakah perlakuan buruk yang didapatkan mereka oleh para ulama, tokoh, atau warga Saudi karena perbedaan madzhab?.
Yang ada, banyak orang-orang dari berbagai belahan dunia, mereka maksa masuk ke Saudi untuk melakukan haji dengan cara non prosedural sehingga mengganggu pelaksanaan ibadah rukun Islam ke-5 ini.
Saat ada pejabat, penipu, dan penjahat atas nama perjalanan haji, apakah di pengadilan diungkit tentang ideologi dan madzhabnya?. Tidak.
2) Tujuan Bekerja Para Perantau di Seluruh Dunia
Di Saudi, sektor pekerjaan level menengah ke bawah, masih banyak dipegang oleh para pendatang. Paling banyak adalah dari Asia Selatan, selanjutnya dari Asia Tenggara, yaitu Filipina dan Indonesia.
Hampir setiap orang yang saya temui, para ekspatriat ini rata-rata muslim, kecuali dari Filipina yang mayoritas Kristen.
Perantau muslim ini betah di Saudi, karena selain dapat uang yang cukup, juga karena ada Mekkah dan Madinah, dan berikutnya karena lingkungan yang baik.
Sikap baik ini bukan hanya ditujukan kepada yang muslim, bahkan kepada pegawai Filipina yang Kristen pun tak pernah diusik soal keyakinan.
Cek saja di lapangan. Perawat rumah sakit terbanyak di Saudi adalah asal Filipina. Dan mereka mayoritas non Muslim.
Dengan adanya interaksi yang bagus, para ekspatriat non muslim ini banyak yang masuk Islam saat bekerja di Saudi.
Tak ada ceritanya tiba-tiba ada ulama atau tokoh yang ngomel-ngomel ke para pendatang: Kamu Asy'ari sesat atau kamu Kafir murtad.
3) Memberi Beasiswa Tidak Tebang Pilih
Kampus Saudi membuka beasiswa kepada seluruh warga negara di dunia. Dan ini terbuka bagi siapapun.
Pernah ada yang bertanya ke saya: "Apakah orang NU dan Muhammadiyah boleh kuliah di Saudi?."
Saya jawab: "Jangankan NU dan Muhammadiyah, yang Kristen pun boleh saja kuliah di Saudi."
Masyarakat Saudi itu sangat welcome dengan perbedaan. Penghormatan mereka kepada sesama umat Islam sangat tinggi.
Jika ada orang Saudi bertanya kepada orang asing: "Anta muslim?." Dan dijawab: "Na'am ana muslim." Maka sambutannya sangat akrab dan luar biasa hangat. Mereka tak pernah nanya: "Apakah kamu Asy'ari?". Tidak ada kalimat seperti itu.
3) Peran Saudi dalam Donasi
Untuk soal bantuan, Saudi termasuk negara yang banyak membantu orang di seluruh dunia. Di Palestina, Suriah, Yaman, negara-negara Afrika, hingga sampai ke Indonesia, sangat banyak sekali jumlahnya.
Bantuan ini diberikan tidak bertanya dulu apakah kamu asy'ari atau Wahabi?. Tidak.
4) Interaksi Akademik
Saat Saudi membuka perguruan tinggi, banyak meminta dosen dari negara-negara lain untuk datang mengajar, termasuk kepada Universitas Al Azhar. Para guru besar sengaja didatangkan untuk memberikan kuliah.
Begitupun pada kampus-kampus cabang Saudi di beberapa dunia, termasuk di Indonesia, yaitu LIPIA.
Saat belajar di LIPIA, saya dapati banyak dosen yang didatangkan dari Universitas Al Azhar Mesir. Guru saya yang dari Al Azhar yang mengajar mata kuliah fikih, ushul fikih dan hadits, yaitu Prof. Dr. Murad Mahmud Haidar, Dr. Muhammad Al Ajuz, Dr. Muhammad Azazi, Dr. Majdi Mansour, Dr. Badr Abdush Sami', dll.
Adapun guru saya di LIPIA yang dari Al Azhar pada bidang bahasa Arab adalah Dr. Sayid Mahdi, Dr. Basyiri, dan Ustadz Abdul Fattah.
Para Syaikh dari Mesir ini, secara pemikiran adalah berbeda dengan konsep Wahabi, tetapi dapat bekerja sama dalam kebaikan. Dan mereka dipercaya oleh Kerajaan Arab Saudi untuk mengajar.
Tidak ada mereka dibid'ahkan apalagi dikafirkan.
Ini hanya sekelumit kisah nyata yang saya temui langsung di lapangan.
Seandainya Wahabi betul mengkafirkan orang yang berbeda dengannya, apa iya dapat berbuat baik dan interaksi sebagus itu?
---
Riyadh, 7 Januari 2025
Budi Marta Saudin