Jakarta, 22 April 2025 — Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf atau yang akrab disapa Gus Yahya, menegaskan bahwa Indonesia memiliki kedaulatan penuh dalam menetapkan aturan sertifikasi halal sebagai bagian dari upaya perlindungan terhadap masyarakat, khususnya umat Islam yang menjadi mayoritas penduduk di tanah air.
Pernyataan tersebut disampaikan Gus Yahya merespons kritik dari pemerintah Amerika Serikat (AS) yang menilai aturan halal di Indonesia sebagai hambatan teknis dalam perdagangan. Dalam keterangan di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Selasa (22/4), Gus Yahya menilai bahwa protes tersebut merupakan hak setiap pihak, namun Indonesia memiliki dasar kuat untuk memberlakukan regulasi halal demi kepentingan warganya.
“Protes boleh saja, tapi kan kita punya kedaulatan untuk membuat pengaturan tentang semua hal di dalam masyarakat, untuk melindungi masyarakat kita,” ujar Gus Yahya.
Ia menegaskan bahwa keberadaan sertifikasi halal merupakan hal yang wajar mengingat aspirasi masyarakat Muslim Indonesia yang mendambakan produk-produk halal. Oleh karena itu, aturan tersebut bukanlah bentuk diskriminasi, melainkan wujud perlindungan terhadap konsumen dalam negeri.
“Mereka (Muslim) punya aspirasi mendapatkan perlindungan dalam mendapatkan produk halal, walau ada aturan halal, saya kira itu normal dan patutlah,” imbuhnya.
Menanggapi keberatan dari AS, Gus Yahya menyatakan bahwa pihak manapun yang ingin memasarkan produk di Indonesia harus mematuhi regulasi yang berlaku di dalam negeri.
“Kalau mereka memasukkan barang ke sini ya tetap harus ikut aturan. Mereka saja soal tarif juga membuat masalah seperti itu,” tegasnya.
Lebih lanjut, Gus Yahya menegaskan bahwa negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi warganya, termasuk dalam memastikan produk yang beredar sesuai dengan nilai dan norma masyarakat.
“Saya kira gimana lagi, kita punya kepentingan untuk melindungi masyarakat kita. Tapi mereka tidak dilarang untuk jual barang di sini juga toh,” tutupnya.
Sebelumnya, pemerintah Amerika Serikat mengkritik penerapan sertifikasi halal di Indonesia yang dianggap tidak transparan dan menyulitkan eksportir asing. Mereka juga menyoroti syarat Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) serta pemberlakuan sejumlah peraturan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Kritik tersebut mencerminkan kekhawatiran AS terhadap potensi hambatan akses pasar bagi produk dan layanan mereka ke Indonesia.
Meski demikian, pemerintah Indonesia melalui berbagai institusi tetap berpegang pada prinsip bahwa seluruh kebijakan yang diterapkan merupakan bentuk kedaulatan nasional dan bagian dari perlindungan terhadap kepentingan rakyat. (DL/GPT)